Sabtu, 06 Januari 2018

“READ” hadiah baru dari HMS di 2018 untuk Solokuro



Membaca merupakan aktivitas bagi sebagian orang yang sangat digemari dan merupakan kewajiban pula bagi setiap manusia yang hidup dibumi, karena dengan membaca akses informasi dalam bentuk apapun akan mudah diperoleh apalagi ‘jaman now’ seperti ini. banyak sekali alat-alat untuk mengakses informasi mulai dari ruang konvensional (perpustakaan dan buku-buku) hingga yang digital(internet dan tulisan-tulisan yang dimuatnya). Seperti yang pernah diungkapkan oleh Prof. Henry Guntur seorang guru besar sastra UI bidang linguistik dalam bukunya yang berjudul “membaca”, salah satu keterampilan untuk berkomuikasi dan menggunakan bahasa disuatu negara salah satunya adalah keterampilan membaca dan itu yang harus terus menerus dipupuk mulai dari usia anak-anak hingga dipertahanka di usia dewasa karena akan berpengaruh pada proses berfikir setiap orang.
Membicarakan membaca maka erat kaitanya dengan pola-pola literasi yang ada hingga implementasi dari gerakan literasi itu sendiri. Demikian, membacapun di era saat ini perlu adanya pemupukan kesadaran akan pentingnya membaca bagi siapa saja baik usia anak-anak, remaja, dewasa baik jenjang pendidikan PAUD, SD, SMP, SMA hingga Mahasiswa sekalipun baik domisili sebagai masyarakat kota, urban(pinggiran) dan desa semua patut untuk meningkatkan atau berjalan dalam garis literasi yang baik benar dan objektif tentunya.
Gerakan literasi ini bisa dijumpai salah satunya di lamongan tepatnya Desa Solokuro Kecamatan Solokuro RT. 03 RW.04. Gerakan ini digagas oleh sekelompok mahasiswa yang berdomisili di Desa tersebut dan mengidentitaskan mereka dengan membentuk organisasi yang dinamakan Himpunan Mahasiswa Solokuro(HMS)[1]. Berdirinya HMS juga merupakan awal berdirinya gerakan literasi yang mereka bentuk. Gerakan literasi ini merupakan perwujudan mereka sebagai mahasiswa yang lahir dan berdomisili di Desa solokuro yang memiliki langkah kecil dan upaya untuk memajukan pendidikan di Indonesia bebasis Pengabdian untuk masyarakat desanya tanpa mengesampingkan kearifan lokal(budaya setempat).
Kemarin, 4 Januari 2018 saya sempat bertemu dengan salah seorang “founder” HMS dan penggagas ide untuk menciptakan gerakan literasi tersebut. Ari Abdillah[2] namanya, Mahasiswa jurusan Pendidikan Luar Sekolah Universitas Negeri Malang(PLS UM) ini juga sedang berjuang menyelesaikan skripsi di semester akhirnya, ia merupakan sosok yang cukup dikenal dikalangan mahasiswa PLS UM khususnya pada angkatan 2013 karena keaktifanya mengikuti organisasi selama menjadi mahasiswa hingga saat ini. saya sempat ngobrol bersamanya, pada mulanya ia dan kawan-kawan desanya memiliki ide untuk mendirikan organisasi mahasiswa daerah pedesaan hingga terbentuklah HMS tersebut. seiring berjalanya perhimpunan tersebut Ari dan kawan-kawanya di HMS membentuk sebuah gerakan literasi yang di tuangkan dalam bentuk Perpustakaan Desa dan baru saja diresmikan pada 31 Desember 2017 oleh kepala desa solokuro, menyonsong tahun baru 2018.
Pada mulanya gagasan pertama yang diperbincangkan dalam HMS adalah Rumah Bimbingan Belajar bagi anak-anak desa akan tetapi karena analisis kebutuhan (need assesment) akhirnya HMS mewacanakan sebuah gerakan literasi yang dituangkan dalam wujud perpustakaan desa. Perpustakaan Desa yang digagas oleh HMS ini telah memiliki 400 eksemplar buku dengan penggolongan buku-buku eksakta dan sosial humaniora. Setiap harinya pengunjung perpustakaan desa kurang lebih ada 20 orang yang rata-rata adalah anak-anak jenjang pendidikan SD/MI. setiap anak-anak yang membaca akan didampingi oleh tutor, personalia anggota dari HMS akan terbagi jadwal untuk menjadi tutor di perpustakaan desa. Tutor disini diartikan sebagai orang yang mendampingi anak-anak yang membaca buku karena mengingat bahwa setiap pemahaman baca anak berbeda-beda tak hanya itu saja tutor dalam perpustakaan ini juga sebagai "pelayan" bagi anak-anak yang ingin belajar di luar jam sekolahnya. Perpustakaan ini selalu terbuka untuk siapa saja yang berkunjung dan tentunya sumbangsih serta dukungan masyarakat, tak hanya di solokuro saja namun se- Indonesia juga turut diharapkan berupa moril maupun materil(Re: Buku).
Saat ini perpustakaan desa bertempat di sebuah rumah salah seorang anggota HMS yang bertempat tinggal di desa solokuro, ruang tamu di “sulap” menjadi perpustakaan desa yang dinilai cukup kreatif dan inspiratif. HMS memberikan nama bagi wujud gerakan literasi ini dengan nama “Rumah Edukasi dan Literasi(READ)”. Ari juga mengunggkapkan untuk kedepanya secara perlahan dan bertahap HMS juga akan merambah pada gerakan sosial kemasyarakatan dan kearah proses pengembangan masyarakat sekitar melalui pelatihan wirausaha dan pemasaran inovasi produk lokal.

Gambar a. Suasana Belajar didalam Perpustakaan Desa 
Gambar b. foto saat saya dan kawan-kawan berkunjung di depan rumah yang dijadikan perpustakaan Desa(atas kiri kekanan: Febri, Ari Abdilah, Mufi, Wendy. Bawah Kiri kekanan: Reza, Hamzah, Rian, Andre)

Membaca itu ujung tombak untuk menikmati pengetahuan, Iqro’ Bismirobbikaladzi Kholaq.

Ditulis oleh Wendy Kiswha, Mahasiswa PLS FIP UM yang kesulitan nulis skripsi.



[1] HMS  organisasi Mahasiswa Daerah Pedesaan yang kolektif, terdiri atas 30 orang yang berkuliah di UM, UB, UIN MALIKI, UMM, POLINEMA dan ASIA. Bertempat di Desa Solokuro Lamongan Provinsi Jawatimur Indonesia.
[2] Aktif juga dalam kegiatan-kegiatan kemasyarakatan selama berorganisasi, diantaranya ia pernah menjadi Anggota Partisipasi Masyarakat HMJ PLS FIP UM Tahun 2014-2015, Kepala Divisi LUKAM BEM FIP UM 2013, Kepala Bidang Hikmah IMM FIP UM 2015/2016, Bidang Eksternal Koordinator Komisariat IMM UM 2016/2017, dan Kepala Bidang SPM IMM Cabang Malang 2017/2018 dan sebagai hummas HMS.

senja dan juita



Juitaku.. Jangan pilu
Juitaku... Jangan gundah
Juitaku... Jangan galau
Juitaku... Jangan Marah


Juitaku... Senja ini mengantarkanku pada tulusnya senyumanmu
Juitaku... senja ini telah mnenmaniku seakan ia adalah dirimu
Juitaku... senja ini membuatku terngiang atas anganku tuk abadi bersamamu
Juitaku ..senja ini membuat pandanganku semakin yakin kepadamu

Juitaku... pantulan matahari ditimur mengingatkanku bahwa (masih) semunya rasa yang kau miliki untukku
Juitaku... hempasan angin mengingatkanku bahwa aku tak bisa melihat apa sebenarnya didalam benakmu
Juitaku... burung berterbangan mengingatkanku untuk merdekanya perasaan setiap orang
Juitaku... Masihkah kau yakin denganku?

Minggu, 22 Oktober 2017

Hidup Mahasiswa(?)

   Matanya Memerah, Kantungnya menghitam
Tak Sebanding dengan orang tuanya mencari nafkah
Ia banyak membaca, tapi ia bungkam
Kelulusan Cepat jadi prioritas, sungguh dangkal dan tanpa ejawantah

politik praktis ladang bermain, rakyat menangis ladang sok kritis
Di Forum diskusi pertahankan argumen, sangat idealis
Di Depan dosen argumen tekikis, berhentik pada titik pragmatis
Hanya ada satu kata, Lawan! Eh... ancaman nilai akademik bikin nangis, dosen dikatakan bengis!

Banyak ikut organisasai, tapi akhirnya sibuk pikir untuk datangkan artis
Akhirnya sibuk mondar-mandir jual tiket
                                                                  Sibuk Pikir Organisasi dapat uang, padahal yang ia baca
                                                                 juga kapitalis
                                                                hasrat besar untuk dilabeli sosok gerakan, berani aksi tanpa
                                                               mengkaji, itupun kalau sudah mepet.

                                                              Ngerti banget soal freeport, buruh, rakyat petani
                                                              Ngerti banget sejarahnya soekarno-soeharto
                                                              Ngeri banget hanya diam, lumpuh tak berarti
                                                              Puji Syukur kepada Tuhan, posisinya aman, karena ia
                                                               Mahasiswa Jaman No(w)!

Ragu


Dari awan merah hingga awan hitam aku terus menyanjungmu
namun sulit bagiku merangkai cerita jujur nan lugu
ada ketakutan untuk mencintaimu
ada hal yang tak kau pahami tentangku

biarkan waktu yang menjawab semua rasa
biarkan rasa yang menghantarkanku kepadamu
perlahan sudah ku tulis kisah ini dan biarkan menajadi masa
aku menulis karena tak mampu mengungkapnya dengan akta yang merayu

sajak-sajak ini akan menjadi sejarah
biarkan menghapus pikiran payah
berlalu menekan gundah
gambarkan kisah yang indah
walaupun ananti tak akan sampai pada titik cerah

Semata Wayang


Dik.. 9 Bulan diRahim Ibu bukan perjalanan yang mudah, perjuangan hebat-hebatan Ibu dilalui bersamamu
Panas, dingin, jatuh, bangun...

Dik... Terkadang dalam anganku nampak aku menjemputmu sepulang sekolah.
kau mengenakan seragam merah putih, saat ayah atau ibu sakit kau menemaniku untuk merawatnya disaat-saat mereka sepi juga kau yang akan menghiburnya.

Dik... 26 Juni 2006 Pagi Dunia dengan kawanya awan biru cerah dan senyuman matahari menyambutmu.
walaupun hanya setengah hari
26 juni 2006 sore awan menadadak menghitam dan berkabut. ternyata Tuhan sangat mencintaimu.

Sering kakak dirundung amarah tak jelas apalagi saat ayah atau ibu sakit, sering pula ibu terdiam kemudian tetesan air matanya jatuh, ku tanya mengapa katanya itu simbol ikatan ibu kepadamu. tenang dik... bukan artinya tak ikhlas, hanya rindu.

Tinggi, Berambut hitam pekat, berbadan tegap, mata hitam yang berbinar, mulut merah. itu saja yang ku ingat..
semaga saja esok dipertemukan ditempatNya yang indah, mungkin yang saat ini kau tempati.


-Reyhan Dhiatensa Cahlendra-
26 Juni 2006 Adik yang terlahir untuk kembali

MASA

Masa itu...
bangga sekali kau bercerita tentang keadaanmu,kau bercerita tentang kisah kecilmu
kau bercerita keadaan susah kehidupanmu ditanah rantau
Masa itu....
Kau tegah hidup dikacaunya pergerakan hatimu, banyak hal yang kau sampaikan
kepadakau mulai dari senyum manja sampai linangan air mata
Masa itu...
Keterbukaan dan kejujuran menjadi nomor satu untuk kita yang saling mengenal, menanggapi
isu penuh tanya hingga aksi penuh cinta
Masa itu....
Kata 'bersama' menjadi senjata utama kita kala menghadapai mereka
kita saling berkomitmen untuk perjuangan yang seolah abadi(?)
Masa itu...
Belum mengetahui tuntunan tuntutan hingga penghianatan
Masa itu ada orangya, dan setiap orang punya masa...
Ya...
Masa itu kau dan aku orangya  dan disetiap masa itu ada kita.
saat ini kita kejujuran yang bohong, keterbukaan yang tertutup, lebih banyak diam.
saat ini milik sendiri, teman.

Rabu, 23 Agustus 2017

“Agent Of Change” Sebuah Refleksi


Oleh: Wendy
~Bagi Saya, persoalan mahasiswa sekarang ialah karena mereka mau terus meneruss memperpanjang jabatan pahlawan mereka. Kalau saja mereka mau berendah hati dan menerima kenyataan bahwa mereka adalah mahasiswa, saya kira persoalanya tidak seruwet seperti sekarang.( –Arif Budiman, sinar harapan, 20 februari 1969 dalam Eko Prasetyo 2015-)


Agent Of Chage, entah dari mana asal muasal kalimat itu yang mengandung arti ‘agen perubahan’. Selama menjadi mahasiswa ‘yang mau keluar’ pastinya kita tak hanya sekali dua kali mendengar kata-kata itu terlontar. Padahal dari mana asalnya hingga saat ini pun tidak diketahui sumber yang jelas, tentu pastinya dari hasil analisis sosial yang ada dalam tendensi kehidupan kampus. Memaknai agent of change merupakan hal yang sangat visioner tentunya sebagai mahasiswa, banyak kali disetiap sudut pandang orang-orang yang tengah asik bersua dalam ranah akademik menyatakan mahasiswa adalah bagian dari kaum muda yang akan membawa perubahan baik dalam segi ekonomi, politik, keamanan, sosial, hingga budaya dan pada akhirnya menjadi sebuah wacana kuat. Kemudian akan diperhitunugkan sebagai kelompok yang memiliki daya tawar tinggi baik diinstansi manapun dan masyarakat sekitar tempatnya tinggal.

Saat ini menyosong hampir satu abad Indonesia bangsa kita mengalami dampak kemajuan teknologi yang pesat, banyak terjadi perubahan tata nilai didalam hidup bermasyarakat khususnya pada kaum muda(dalam hal ini mahasiswa). Tiada telihat gerak-gerik hingga langkah pasti untuk menjadi suatu tindakan yang terlihat pada kaum muda. Belum lagi ditambah dengan keadaan kaum muda yang memiliki idealisme tingkat tinggi menjadikan sebuah keinginan mencapai tujuan tanpa menghiraukan segala proses hingga teknik-tekniknya. Namun memang benar adanya, tidak bisa disalahkan siapa pelaku yang menyandang sebagai kaum muda untuk memiliki idealisme. Mereka telah terdidik dengan sistem yang mengharuskannya berkecimpung dalam politik praktis kampus(walaupun tidak semua menyadari). Mereka mencoba membuat perubahan besar mengerahkan segala kemampuanya mengorganisir teman-temanya yang sepaham untuk mewujudkan tujuanya. Namun Intervensi dari otonomi kampus menjadikanya ia semakin betah dalam keadaan demikian membuat mereka hanya ‘gaduh’ sesaat kemudian kembali tenang dan biasa saat menunggu jawabanya, sungguh ironi dan tirani.

Keluar dari kampus, melihat perkembangan yang ada di berbagai sektor Negara ini apalagi dalam era serba modern dan serba ‘enak’ perlu adanya suatu gagasan hingga aksi yang bisa memunculkan nilai bermutu untuk menunjang perubahan yang harus terjadi dalam konteks berbangsa. Sayangnya hal ini malah berbanding terbalik dan itu menyudutkan jati diri seorang yang menyandang status akademik, yakni Mahasiswa. Bagaimana tidak? Data Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan, jumlah lulusan perguruan tinggi yang bekerja adalah 12,24 persen. Jumlah tersebut setara 14,57 juta dari 118,41 juta pekerja di seluruh Indonesia. Sementara pengagguran lulusan perguruan tinggi mencapai 11,19 persen, atau setara 787 ribu dari total 7,03 persen orang yang tidak memiliki pekerjaan. Sedangkan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi mencatat, saat ini ada 3.221 universitas di seluruh Indonesia. Selain itu, masih ada 1.020 perguran tinggi agama di seluruh provinsi. Saat ini setiap tahun rata-rata ada 750 ribu lulusan pendidikan tinggi baru dari berbagai tingkatan[1].
Sungguh hal yang sangat berat bukan?, ketika kita dijuluki si agent of change atau bahkan hal tersebut sudah menjadi bagian dalam kepribadian dan identitas kita namun melihat keaadaan berdasarkan data yang kuat ditunjang oleh fakta yang amat riil tersebut masihkah kita memiliki ‘nilai tawar’ dimata masyarakat?. Keadaan tersebutlah yang membuat kondisi kaum muda (dalam hal ini mahasiswa) menjadi bagian dari masalah kehidupan berbangsa. Secara garis besar bangsa kita saat ini mengalami berbagai proses perubahan apalagi dizaman yang serba ‘ada’. Membuat para kaum muda semakin dibuat nyaman dan enggan untuk lebih keluar lagi. Sehingga tak diragukan lagi masalah semacam pengangguran sarjana yang akan meanambah beban disektor sosial dan ekonomi suatu bangsa akan terus bertambah, dalam kata lainya stagnan. Masalah tersbut cukup untuk menguatkan bahwa adanaya degradasi nilai kemanusiaan, kemasyarakatan, moral hingga religiusistas. Ditandai dengan maraknya kriminalitas disegala hal, mulai maling sandal hingga kasus mega korupsi yang tengah gencar di beritakan. Seharusnya sebebagai agent of change, kita tak perlu ragu menunjukan ide-ide kita berusaha mewujudkanya melalui proses yang ‘elegan’ tentunya. Mendorong kita untuk mempertahankan nilai-nilai yang masih relevan. Menciptakan nilai-nilai baru yang tentunya bisa menjawab kebutuhan[2].
Sebagai Warga Negara Indonesia pastinya kita telah mengenal entah secara luar saja maupun paham secara menyeuruh bahwa Indonesia merupakan negera hukum. Hiruk pikuk birokrasi hingga regulasi yang mengatasnamakan implementasi undang-undang kita rasakan setiap hari dari tataran lingkungan sekitar sampai area akademik sekalipun (Baca: Kampus). Adanya undang-undang tersebut bisa saja menjadi intervensi berat bagi kita, mahasiswa, atau mungkin bisa menjadi pengingat kalau kita memang harus berkehidupan secara sistematis. Ada beberapa teknis yang kita jumpai untuk membuat perubahan dalam konteks mahasiswa mulai dari cara-cara halus, misalnya saja mediasi atau audiensi suatu masalah, menciptakan sesuatu yang bermanfaat untuk masyarakat,katakanlah lolos sebuah karya tulis ilmiah baik berbasis essai maupun berbasis proyeksi pemberdayaan. hingga ujung tombak bagi mahasiswa mungkin adalah penyampaian aspirasi jalanan alias unjukrasa(demonstrasi). Inilah sayangnya hiruk pikuk yang saya maksudkan, ketika ingin membuat perubahan dan lagi-lagi atas ide-ide kita yang luar biasa undang-undanglah yang menjadi intervensi berat bagi pemilik ide,sungguh dilematis.
Mari sejenak kita refleksikan semua, masih ingatkah tentang demonstrasi yang terjadi di kampus Universitas Sriwijaya (UNSRI) Palembang beberapa bulan silam yang mengkritik kebijakan Uaang Kuliah Tunggal?. Tidak lain lagi, hal tersebut adalah dilatar belakangi suatu persoalan dan munculah ide-ide, namun apa yang terjadi?, aktor dari ide penyampai ide tersebut adalah seorang presiden mahasiswa UNSRI malah di laporkan ke polisi atas berbagai tuduhan dan ancaman Droop Out(D.O:Dikeluarkan dari bangku perkuliahan)[3], sekali lagi dengan kaitan undang-undang, itulah dilematis yang dimaksudkan disini. Ah sudahlah... yang terpenting bagi kita saat ini adalah mau berbicara di setiap panggung diskusipun sudah cukup atau mungkin lebih cukup lagi dikelas dengan teman-teman yang tentu berbeda-beda kapasistas diskusinya. Baca saja tentang Golput 1973, Malari 1974 hingga Trisakti 1998 dari internet, toh juga sudah bisa untuk membuat perubahan, setidaknya perubahan agar diskusi menjadi sedikit memanas.
Kini muatan isi dari sebuah kata “Agent Of Change” adalah sebuah refleksi besar dan tuntutan konstruktif kepada kita semua. Mungkin secara menyeluruh ini menjadi peringatan dan tentunya refleksi yang membawa arah berkemajuan yang baik bagi kita.
 Tanyalah pada dirimu sendiri apa yang sekrang ini jadi keinginanmu? Punyakah kamu keinginan untuk berontak, melawan dan mengubah keadaan? Pasti kamu ingin tapi peraturan dan keadaan tidak membuat kamu berani melakukanya. Suasana di seputarmu telah lama meredam keiginan itu. Disajikan padamu data, berita dan informasi yang membuatmu gelisah sekaligus rindu. Gelisah atas ketidakpastian masa depan. Tetapi rindu untuk memperoleh kemapanan yang dijanjikan. Dua-duanya kini telah jadi alat untuk menaklukan kesadaran militan yang ada dalam dirimu. Kamu jadi mirip boneka yang digerakkan oleh situasi dan dikendalikan dengan aturan”.[4]
Jadi, apakah dengan mengetahui makna “Agent Of Change” kita mampu membuat perubahan atau malah membuat khayalan-khayalan baru?.


[1]Lihat: http://www.harnas.co/2016/11/17/kemenaker-jumlah-pengangguran-sarjana-meningkat
[2] Ada kutipan dari sebuah buku berjudul “pendampingan kaum muda” karya A.M Mangunhardjana. Diterbitkan di yogyakarta pada 1986 oleh penerbit KANISIUS
[3]  Dilansir dari kompas.com kontributor bernama Amriza Nursatria berita diunggah pada 3 Agustus 2017
[4] Di ungkapkan oleh Eko Prasetyo, dalam bukunya yang ditulis sendiri berjudul “ Bangkitlah Gerakan Mahasiswa” hal.165 diterbitkan di malang pada mei 2015 oleh penerbit intrans.