Jumat, 16 September 2016

Nina bobo... oh nina bobo !

Kuliah merupkan aktifitas yang biasa dilakukan oleh semua orang yang menyandang status akademik dengan sebutan Mahasiswa. Kuliah juga merupakan tuntutan bagi seorang mahasiswa untuk mencapai sebuah tujuan mengapa mahasiswa tersebut mengikuti kuliah. Kuliah terklasifikasi melalui beberapa jenjang diantaranya yaitu Strata 1 (program sarjana S1), Strata 2 (program magister S2), Strata 3 (program doktoral S3).


Gambar diambil dari laman :https://www.google.com/search?q=mahasiswa+tidur&tbm=isch&tbo=u&source
 
Selama mengikuti perkuliahan akan timbul kegiatan-kegiatan pembelajaran dan interaksi antara peserta didik (mahasiswa) dan pendidiknya (dosen). Didalam proses pembelajaran dosen memiliki/mengacu pada metode-metodde pembelajaran yang diimplementasikan kepada mahasiswanya. Mulai dari metode interaktif semacam diskusi dan Tanya jawab hingga metode yang amat pasif yaitu ceramah.
Bebicara mengenai proses belajar beserta metode yang dipakai, tidak selamanya belajar itu berjalan dengan mulus apalagi yang dilakukan antara dosen dengan mahasiswanya. Disamping itu memang hakikat belajar merupakan kebutuhan seorang manusia untuk mencapai kesehjateraanya, maka dari itu pastinya memiliki tantangan-tantangan tersendiri sesuai prioritasbelajarnya.
Namun disini yang patut diperbincangkan adalah banyaknya mahasiswa yang tidur saat mengikuti proses pembelajaran khususnya didalam kelas. Beberapa pertayaan muncul didalam benak penulis. Apakah memang mahasisswa yang tidur saat pembelajaran ia tidurnya terlalu larut ? atau memang metode yang digunakan dosen untuk melakukan pembelajaran tidak cocok diterapkan kepada mahasiswanya.
Sangat disayangkan sekali jika dosen yang mengoeh didepan tidak dihiraukan oleh mahasiswanya dan hal tersebut digebyah uyah oleh para dosen dan teman-teman sekitarnya dan kini nampaknya telah membudaya. Padahal amat sangat rugi ketika kita benar-benar bisa merasakan dan menemukan “ruh” dalam mengikuti perkuliahan. Tidak tahu bagaimana sistem dalam pemikiran dosen ketika ada teman yang berusaha membangunkan teman disampingya yang tidur saat proses pembelajaran namun dosen bilang “biarkan… maklumi saja”.
Padahal wajarnya seorang pendidik menurut jalaludin dan Abdullah dalam filsafat pendidikan:149  memiliki peranan untuk  memberikan bimbingan dan penyuluhan kepada peserta didik dan juga pendidik senatiasa mengadakan penilaian atas diri sendiri untuk mengetahui apakah hal-hal yang tertentu dalam diri pribadinya yang harus mendapatkan kebaikan. Memberikan bimbingan dan penyuluhan apakah cukup dengan ceramah saja ? saat ada mahasiswa yang tidur ataupun tertidur dosen membiarkanya, apakah itu tindak bimbingan ?.
Akan tetapi tidak menutup kemungkinan bahwasanya mahasiswa tidak menyadari akan pentingnya perkuliahan yang diikuti dan seberapa besar biaya kuliah yang mereka keluarkan dari orang tua mereka. Seharusnya mereka yang banyak tidur menyadari bahwa tujuan individu dari mengikuti perkuliahan sangat erat kaitanya dengan pribadi mereka dan perubahan tingkah lakunya, aktivitas dan pencapaian yang diinginkan dan pada persiapan yang diharuskan pada kehidupan mereka (Jalalludin & Abdullah : 146). Sesungguhnya penulis ini juga sering tertidur saat mengikuti perkuliahan dan itu merupakan rugi besar yang dirasakan.

Kamis, 15 September 2016

De Biography kenali betul significant others-mu, maka kau akan menjadi significant others


            Tulisan ini memuat wawancara dengan seseorang. Penulis hanya
ingin berbagi mengenai pengalaman tentang skripsinya dan mengajak pem
baca untuk mengenal lebih dekat sosok Mahasiswa yang satu ini.

Rian Firmanyah, begitulah kira-kira simbol karunia Tuhan yang telah
diberikan kepada mahasiswa jurusan Pendidikan Luar Sekolah (PLS)
Universitas Negeri Malang (UM) angkatan 2012 ini. Dilahirkan untuk
menjadi seorang pemuda yang bercita-cita dan ber asa tinggi untuk
berdedikasi ditanah kelahiranya. Rian Firmansyah lahir di Nganjuk pada 31 Mei 1994.
            Mahasiswa yang dalam keseharianya ini dikenal sangat ramah, cerdas, dan aktif dalam berbagai organisasi ini (Aktivis) kini telah menyelesaikan jenjang S1 nya dijurusan PLS UM konsentrasi pelatihan. Pada masa-masa aktif perkuliahan Mas Rian (Begitu panggilan akrab adik tingkatnya) juga gemar mengikuti berbagai pelatihan untuk meningkatkan keilmuanya dalam konsentrasi yang dijajaknya dan kecakapan Leadershipnya dalam memimpin sebuah organisasi dan memberikan manajemen kepada teman-teman seperjuanganya. Pelatiahan yang pernah diikutinya antara lain adalah Latihan Keterampilan Manajemen Mahasiswa (LKMM) (2013), Pelatihan Pertanian Berbasis Kompetensi di PKPPTKLN Wonojati Malang (2015) Magang di PPPPTK PKn dan IPS Kota Batu dan Terlibat Dalam Kepanitiaan Pelatihan K-13 Bagi Guru Sasaran (2015) dan banyak lagi lainya pelatihan yang diikuti oleh Mas Rian. Selain pelatihan Mas Rian kerap diundang diberbagai acara untuk menjadi pemateri dalam kegiatan tersebut diantaranya adalah Pemateri Tentang Keorganisasian dan Kepemimpinan Dalam Diklat Organisasi Kesenian Fakultas (2015), Pemateri Dalam Kegiatan Pelatihan, Outbond dan Bimbingan Kelompok di Panti Asuhan Hajjah Khodijah, Sumberpasir Kabupaten Malang (2015), Pemateri Parenting Education  di TPA Nursyamsi Kecamatan Turen Kabupaten Malang (2016) dan banyak lagi.
       Bagi seorang seperti Mas Rian mahasiswa tak lengkap tanpa mengenal organisasi dan berkecimpung didalamnya. Selama menjadi mahasiswa jurusan PLS FIP UM Mas Rian aktif diberbagai organisasi hingga pernah menjabat sebagai seorang pemimpin di dalamnya. Diantaranya adalah salah satu Unit Aktivitas (UA) di FIP UM yang berdiri di bawah naungan Badan Esekutif Mahasiswa (BEM) FIP UM yaitu Organisasi Pencinta Seni FIP UM (OPIUM), pada tahun 2014 Mas Rian menjabat sebagai Ketua Umum dengan kegigihanya berjuang sebagai aktivis yang bergerak di bidang seni dan menjadi Dewan Pertimbangan Organisasi Mahasiswa Peneliti dan Penulis Produktif  Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang (2015-2016). Pada tahun 2015 Mas Rian juga menjabat sebagai Wakil Ketua Umum BEM FIP UM dengan semangat visionernya Mas Rian berani menunjukan bahwa dirinya benar-benar memiliki jiwa seorang organisatoris yang sangat ulung. Tidak  berhenti pada tahap itu saja, sikap yang menggebu dan untuk menunjukan bahwa mahasiswa adalah sebagai pembawa perubahan (Agent of change) Mas Rian mengikuti kongres Ikatan Mahasiswa Keguruan dan Ilmu Pendidikan Se-Indonesia (IMAKIPSI) pada tahun 2015 yang diselenggarakan di Universitas Negeri Semarang (UNNES) dan menjadi anggota dari organisasi tersebut.
            Agar kita yang membaca dapat sedikit lebih jauh untuk mengenal Mas Rian maka penulis sajikan cuplikan wawancara yang dilontarkan kepada Mas Rian.

Skripsi menurut pandangan Mas Rian seperti apa dan apa yang anda rasakan ketika telah selesai menempuh S1 ?
Pandanganku soal skripsi dan penyusunannya, saya membagi menjadi pandangan ideal dan real. (1) Secara pandangan ideal yang aku yakini, skripsi merupakan karya ilmiah yang harus dipertanggungjawabkan oleh pelaku riset. Baik dipertanggungjawabkan dari segi penguasaan secara teori maupun praktik hingga menarik suatu kesimpulan.  Secara teori, seorang pelaku riset harus memiliki banyak referensi untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahamannya mengenai pendekatan, jenis penelitian, metode dan mengatasi kendala ketika proses penelitian. Referensi datangnya bukan dari buku saja tetapi juga bisa dari hasil pengalaman dari pelaku riset / expert research lainnya. setelah semuannya terakumulasi, barulah seorang pelaku riset memprakktikan baik di lapangan maupun studi kepustakaan. Dengan penuh integritas, rasa ingin tahu yang tinggi dan keterampilan membahasakan dalam bentuk tulisan. Semua ini menjadi modal utama agar tercipta karya yang orisinil.  Kembali kepada soal tanggung jawab, inti dari skripsi adalah pelaku riset melaksanakan kaidah-kaidah metodologi penelitian. Kemudian dipraktikan dengan penuh integritas, rasa ingin tahu dan keterampilan membahasakan dalam bentuk tulisan (angka). Hingga nantinya akan menghasilkan karya penelitian yang orisinil. (2) Secara pandangan real, yaa skripsi merupakan sarana untuk mendapatkan pengetahuan/pengalaman belajar tentang riset/penelitian. Misalnya bagaimana menerepkan pendekataan kualitatif, kuantitif riset and development, bagaimana prosedur penelitian, bagaimana mengkaji suatu fenomena dengan menggunakan teori yang relevan. Yaa semuannya merupakan pengetahuan/pengalaman belajar awal. Sehingga jangan kaget bila banyak skripsi yang hanya menjadi penghias dinding lab. Istilah lebih kasar, skripsi hanya sebagai prasyarat kelulusan untuk bekerja dan melanjutkan studi (S2/S3). Bagi saya yang seharusnya digalakkan justru “ Jurnal Kemahasiswaan” karena itu bila terakumulasi bisa menjadi karya yang ilmiah dan lebih tepat guna. (Catat: Pak Sanafiah Faisal tanpa tesis langsung bisa S3, karena memiliki karya jurnal ilmiah dan buku yang melebihi kemampuan mahasiswa S2).
            Aku merasakan setelah lulus S1. Jurusan PLS tidak begitu banyak memberikan keterampilan yang progresif baik dipersiapkan untuk pekerja profesional ataupun ilmuwan. Ideologi tentang pendidikan alternatif sama sekali tidak berkembang kuat  pada mindset mahasiswa kita. Yaa tetapi setidaknya yang bisa saya petik dari jurusan PLS adalah spirit kesadaran dalam berorganisasi dan membebaskan segala bentuk penindasan terutama dibidang pendidikan. Jurusan PLS harus memiliki mazhab yang jelas dan gamblang agar mahasiswa tahu arah perjuangan, pencapaian dan pola berkarya ala Pendidikan Luar Sekolah.

Mas Rian dikenal sebagai Aktivis Mahasiswa/Organisatoris Mahasiswa,” Selesai S1 apakah Selesai juga Aktivis/Organisatorisnya ?”
Selasai S1 yaa tentu saya harus mengakhiri embel-embel sebagai aktivis/organisatoris mahasiswa. Yaa karena saya bukan lagi mahasiswa to. Kalau saya tidak bisa melepas embel-embel takutnya nanti cara pandang saya jadi kerdil dong. Itu logika kasar yaa. Hehehe..... tetapi, untuk terus aktif dalam mendidik masyarakat itu sudah menjadi passion dan panggilan hidup saya ketika berumur 10 tahun silam. Pokoknya saya pengen jadi Pendidik, dengan berbagai macam metode dan pendekatan. Karena kita orang PLS memaknai pendidik bukan hanya sekedar kata “GURU” to ? heueheu. Kalau secara organisasi jelas, saya memilih setelah S1 akan bekerja.  Secara otomatis saya akan kembali berorganisasi baik dipemerintahan maupun dikorporasi. Yaa semuannya saya yakini sebagai kendaraan dalam berjuang secara intelektual juga ekonomis. Yaa contoh kecilnya saya merintis majalah komunitas di Nganjuk itu bagi saya bentuk usaha sadar dan terencana untuk mendidik masyarakat (kaum muda).
Apa pesan-pesan yang dapat Mas Rian sampaikan kepada kami adik-adikmu di FIP dan PLS Khususnya ?
Apa yaa ? kalau pesan buat Mahasiswa FIP dan PLS khususnya mungkin cuma satu BACA. (bisa diartikan baca potensi dirimu, baca lingkunganmu, baca alur sejarah fakultas sampai jurusan, baca buku dll). Bagi saya dengan filosofi BACA ini, kita bisa lebih bijak dalam bersikap dan tangguh dalam bercita. Yaa diartikan sendirilah Wen bersama teman-teman lainnya.  Oiyaa spirit yang harus kalian bangun adalah spirit Egaliter  (kesetaraan) dan Militan (berperan/menokoh/berjejaring). Agar taring mahasiswa di jurusan PLS dan FIP makin tahun semakin tajam. Yaa hanya dengan spirit itu insyaallah kalian akan sukses. (The Senior : Dedication of life). jangan lupa khususnya PLS pelajari dengan betul mazhab-mazhab keilmuan kalian (Freire, Illich, A.S Neill, Darmaningtyas, Roem) sampai dengan tokoh lainnya.
Mohon berkenan memberikan sebuah Qoutes/Tulisan berupa kalimat sederhana dari Mas Rian
kenali betul significant others-mu, maka kau akan menjadi significant others.

Ungkapan pelaku seni



Tak mengenal waktu dan tempat asalkan bahagia dan berkarya, seperti itulah yang dilakukan mereka, para pemuda praktisi seni yang kurang apresisasi dan kurang difasilitasi. Tergabung dalam sebuah organisasi yang mengatasnamakan seni dan cinta.
Mereka sering mengkhayal dan khayalan itulah yang menjadi sebuah karya penuh estetika seperti yang dikatakan oleh Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yaitu kreasi.
            Pemuda-pemuda ini berkreasi dengan segala keterbatasanya, namun keterbatasan itu tak menggoyahkan dan mengoyakan jiwa mereka. Keterbatasan itu seolah menjadi api penyulut untuk mereka yang berkreasi  untuk meretas kreatifitas dan makna hakiki tentang seni. Siang, sore, malam mereka bercengkrama dengan rumah yang beratapkan langit dan berlantai bumi, jiwa seni yang membuat mereka semakin agresif untuk tidak meminta belas kasihan dengan meronta-ronta. Najis !!!
            Kuatnya kekeluargaan didalam organisasi ditambah lagi dengan mereka yang cinta akan kebebasan dalam berkarya membuat daya juang mereka semakin ampuh untuk seni, memang tak menuntut akan segala hal kebutuhan mereka dipenuhi namun sadarkah bahwa ini potensi yang bukan lagi digali namun dipertinggi, dan diapresisasi untuk dipertahankan. Karya yang mereka ciptakan sesungguhnya secara fisik menunjukan ketekunan seorang mahasiswa untuk memiliki daya juang dan ketahanan yang kuat (the survive) akan pemikiran-pemikiran mereka tentang keadaan ini.
            Pelaku-pelaku seni ini tak pandai-pandai amat untuk membuat karya ilmiah, tak pandai-pandai amat untuk orasi dihadapan petinggi-petinggi pemilik investasi, namun mereka mempu membuat hal “ilmiah” menjadi karya yang sangat indah. Dan saat ini yang yang mereka tambat dalam hatinya bukan lagi kata sebagai senjata, kata adalah seni mempengaruhi orang tetapi SENI ADALAH SENJATA,SENI YANG AKAN MEMPENGARUHI KATA. Hati-hatilah dengan “pelaku-pelaku” seni ini.