Matanya Memerah, Kantungnya menghitam
Tak Sebanding dengan orang tuanya mencari nafkah
Ia banyak membaca, tapi ia bungkam
Kelulusan Cepat jadi prioritas, sungguh dangkal dan tanpa ejawantah
politik praktis ladang bermain, rakyat menangis ladang sok kritis
Di Forum diskusi pertahankan argumen, sangat idealis
Di Depan dosen argumen tekikis, berhentik pada titik pragmatis
Hanya ada satu kata, Lawan! Eh... ancaman nilai akademik bikin nangis, dosen dikatakan bengis!
Banyak ikut organisasai, tapi akhirnya sibuk pikir untuk datangkan artis
Akhirnya sibuk mondar-mandir jual tiket
Sibuk Pikir Organisasi dapat uang, padahal yang ia baca
juga kapitalis
hasrat besar untuk dilabeli sosok gerakan, berani aksi tanpa
mengkaji, itupun kalau sudah mepet.
Ngerti banget soal freeport, buruh, rakyat petani
Ngerti banget sejarahnya soekarno-soeharto
Ngeri banget hanya diam, lumpuh tak berarti
Puji Syukur kepada Tuhan, posisinya aman, karena ia
Mahasiswa Jaman No(w)!
Minggu, 22 Oktober 2017
Ragu
Dari awan merah hingga awan hitam aku terus menyanjungmu
namun sulit bagiku merangkai cerita jujur nan lugu
ada ketakutan untuk mencintaimu
ada hal yang tak kau pahami tentangku
biarkan waktu yang menjawab semua rasa
biarkan rasa yang menghantarkanku kepadamu
perlahan sudah ku tulis kisah ini dan biarkan menajadi masa
aku menulis karena tak mampu mengungkapnya dengan akta yang merayu
sajak-sajak ini akan menjadi sejarah
biarkan menghapus pikiran payah
berlalu menekan gundah
gambarkan kisah yang indah
walaupun ananti tak akan sampai pada titik cerah
Semata Wayang
Dik.. 9 Bulan diRahim Ibu bukan perjalanan yang mudah, perjuangan hebat-hebatan Ibu dilalui bersamamu
Panas, dingin, jatuh, bangun...
Dik... Terkadang dalam anganku nampak aku menjemputmu sepulang sekolah.
kau mengenakan seragam merah putih, saat ayah atau ibu sakit kau menemaniku untuk merawatnya disaat-saat mereka sepi juga kau yang akan menghiburnya.
Dik... 26 Juni 2006 Pagi Dunia dengan kawanya awan biru cerah dan senyuman matahari menyambutmu.
walaupun hanya setengah hari
26 juni 2006 sore awan menadadak menghitam dan berkabut. ternyata Tuhan sangat mencintaimu.
Sering kakak dirundung amarah tak jelas apalagi saat ayah atau ibu sakit, sering pula ibu terdiam kemudian tetesan air matanya jatuh, ku tanya mengapa katanya itu simbol ikatan ibu kepadamu. tenang dik... bukan artinya tak ikhlas, hanya rindu.
Tinggi, Berambut hitam pekat, berbadan tegap, mata hitam yang berbinar, mulut merah. itu saja yang ku ingat..
semaga saja esok dipertemukan ditempatNya yang indah, mungkin yang saat ini kau tempati.
-Reyhan Dhiatensa Cahlendra-
26 Juni 2006 Adik yang terlahir untuk kembali
MASA
Masa itu...
bangga sekali kau bercerita tentang keadaanmu,kau bercerita tentang kisah kecilmu
kau bercerita keadaan susah kehidupanmu ditanah rantau
Masa itu....
Kau tegah hidup dikacaunya pergerakan hatimu, banyak hal yang kau sampaikan
kepadakau mulai dari senyum manja sampai linangan air mata
Masa itu...
Keterbukaan dan kejujuran menjadi nomor satu untuk kita yang saling mengenal, menanggapi
isu penuh tanya hingga aksi penuh cinta
Masa itu....
Kata 'bersama' menjadi senjata utama kita kala menghadapai mereka
kita saling berkomitmen untuk perjuangan yang seolah abadi(?)
Masa itu...
Belum mengetahui tuntunan tuntutan hingga penghianatan
Masa itu ada orangya, dan setiap orang punya masa...
Ya...
Masa itu kau dan aku orangya dan disetiap masa itu ada kita.
saat ini kita kejujuran yang bohong, keterbukaan yang tertutup, lebih banyak diam.
saat ini milik sendiri, teman.
bangga sekali kau bercerita tentang keadaanmu,kau bercerita tentang kisah kecilmu
kau bercerita keadaan susah kehidupanmu ditanah rantau
Masa itu....
Kau tegah hidup dikacaunya pergerakan hatimu, banyak hal yang kau sampaikan
kepadakau mulai dari senyum manja sampai linangan air mata
Masa itu...
Keterbukaan dan kejujuran menjadi nomor satu untuk kita yang saling mengenal, menanggapi
isu penuh tanya hingga aksi penuh cinta
Masa itu....
Kata 'bersama' menjadi senjata utama kita kala menghadapai mereka
kita saling berkomitmen untuk perjuangan yang seolah abadi(?)
Masa itu...
Belum mengetahui tuntunan tuntutan hingga penghianatan
Masa itu ada orangya, dan setiap orang punya masa...
Ya...
Masa itu kau dan aku orangya dan disetiap masa itu ada kita.
saat ini kita kejujuran yang bohong, keterbukaan yang tertutup, lebih banyak diam.
saat ini milik sendiri, teman.
Rabu, 23 Agustus 2017
“Agent Of Change” Sebuah Refleksi
Oleh: Wendy
~Bagi Saya, persoalan mahasiswa sekarang ialah karena
mereka mau terus meneruss memperpanjang jabatan pahlawan mereka. Kalau saja
mereka mau berendah hati dan menerima kenyataan bahwa mereka adalah mahasiswa,
saya kira persoalanya tidak seruwet seperti sekarang.( –Arif Budiman, sinar
harapan, 20 februari 1969 dalam Eko Prasetyo 2015-)
Agent Of Chage,
entah dari mana asal muasal kalimat itu yang mengandung arti ‘agen perubahan’.
Selama menjadi mahasiswa ‘yang mau keluar’ pastinya kita tak hanya sekali dua
kali mendengar kata-kata itu terlontar. Padahal dari mana asalnya hingga saat
ini pun tidak diketahui sumber yang jelas, tentu pastinya dari hasil analisis
sosial yang ada dalam tendensi kehidupan kampus. Memaknai agent of change merupakan hal yang sangat visioner tentunya sebagai
mahasiswa, banyak kali disetiap sudut pandang orang-orang yang tengah asik
bersua dalam ranah akademik menyatakan mahasiswa adalah bagian dari kaum muda
yang akan membawa perubahan baik dalam segi ekonomi, politik, keamanan, sosial,
hingga budaya dan pada akhirnya menjadi sebuah wacana kuat. Kemudian akan
diperhitunugkan sebagai kelompok yang memiliki daya tawar tinggi baik
diinstansi manapun dan masyarakat sekitar tempatnya tinggal.
Saat ini menyosong hampir satu abad
Indonesia bangsa kita mengalami dampak kemajuan teknologi yang pesat, banyak
terjadi perubahan tata nilai didalam hidup bermasyarakat khususnya pada kaum
muda(dalam hal ini mahasiswa). Tiada telihat gerak-gerik hingga langkah pasti untuk
menjadi suatu tindakan yang terlihat pada kaum muda. Belum lagi ditambah dengan
keadaan kaum muda yang memiliki idealisme tingkat tinggi menjadikan sebuah
keinginan mencapai tujuan tanpa menghiraukan segala proses hingga
teknik-tekniknya. Namun memang benar adanya, tidak bisa disalahkan siapa pelaku
yang menyandang sebagai kaum muda untuk memiliki idealisme. Mereka telah
terdidik dengan sistem yang mengharuskannya berkecimpung dalam politik praktis
kampus(walaupun tidak semua menyadari). Mereka mencoba membuat perubahan besar
mengerahkan segala kemampuanya mengorganisir teman-temanya yang sepaham untuk
mewujudkan tujuanya. Namun Intervensi dari otonomi kampus menjadikanya ia
semakin betah dalam keadaan demikian membuat mereka hanya ‘gaduh’ sesaat
kemudian kembali tenang dan biasa saat menunggu jawabanya, sungguh ironi dan tirani.
Keluar dari kampus, melihat
perkembangan yang ada di berbagai sektor Negara ini apalagi dalam era serba
modern dan serba ‘enak’ perlu adanya suatu gagasan hingga aksi yang bisa
memunculkan nilai bermutu untuk menunjang perubahan yang harus terjadi dalam
konteks berbangsa. Sayangnya hal ini malah berbanding terbalik dan itu
menyudutkan jati diri seorang yang menyandang status akademik, yakni Mahasiswa.
Bagaimana tidak? Data Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan, jumlah
lulusan perguruan tinggi yang bekerja adalah 12,24 persen. Jumlah tersebut
setara 14,57 juta dari 118,41 juta pekerja di seluruh Indonesia. Sementara
pengagguran lulusan perguruan tinggi mencapai 11,19 persen, atau setara 787
ribu dari total 7,03 persen
orang yang tidak memiliki pekerjaan. Sedangkan
Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi mencatat, saat ini ada
3.221 universitas di seluruh Indonesia. Selain itu, masih ada 1.020 perguran
tinggi agama di seluruh provinsi. Saat ini setiap tahun rata-rata ada 750 ribu
lulusan pendidikan tinggi baru dari berbagai tingkatan[1].
Sungguh hal yang sangat berat
bukan?, ketika kita dijuluki si agent of
change atau bahkan hal tersebut sudah menjadi bagian dalam kepribadian dan
identitas kita namun melihat keaadaan berdasarkan data yang kuat ditunjang oleh
fakta yang amat riil tersebut masihkah kita memiliki ‘nilai tawar’ dimata
masyarakat?. Keadaan tersebutlah yang membuat kondisi kaum muda (dalam hal ini
mahasiswa) menjadi bagian dari masalah kehidupan berbangsa. Secara garis besar
bangsa kita saat ini mengalami berbagai proses perubahan apalagi dizaman yang
serba ‘ada’. Membuat para kaum muda semakin dibuat nyaman dan enggan untuk
lebih keluar lagi. Sehingga tak diragukan lagi masalah semacam pengangguran
sarjana yang akan meanambah beban disektor sosial dan ekonomi suatu bangsa akan
terus bertambah, dalam kata lainya stagnan. Masalah tersbut cukup untuk
menguatkan bahwa adanaya degradasi nilai kemanusiaan, kemasyarakatan, moral
hingga religiusistas. Ditandai dengan maraknya kriminalitas disegala hal, mulai
maling sandal hingga kasus mega korupsi yang tengah gencar di beritakan.
Seharusnya sebebagai agent of change,
kita tak perlu ragu menunjukan ide-ide kita berusaha mewujudkanya melalui
proses yang ‘elegan’ tentunya. Mendorong kita untuk mempertahankan nilai-nilai
yang masih relevan. Menciptakan nilai-nilai baru yang tentunya bisa menjawab
kebutuhan[2].
Sebagai Warga Negara
Indonesia pastinya kita telah mengenal entah secara luar saja maupun paham
secara menyeuruh bahwa Indonesia merupakan negera hukum. Hiruk pikuk birokrasi
hingga regulasi yang mengatasnamakan implementasi undang-undang kita rasakan
setiap hari dari tataran lingkungan sekitar sampai area akademik sekalipun (Baca:
Kampus). Adanya undang-undang tersebut bisa saja menjadi intervensi berat bagi
kita, mahasiswa, atau mungkin bisa menjadi pengingat kalau kita memang harus
berkehidupan secara sistematis. Ada beberapa teknis yang kita jumpai untuk
membuat perubahan dalam konteks mahasiswa mulai dari cara-cara halus, misalnya
saja mediasi atau audiensi suatu masalah, menciptakan sesuatu yang bermanfaat
untuk masyarakat,katakanlah lolos sebuah karya tulis ilmiah baik berbasis essai
maupun berbasis proyeksi pemberdayaan. hingga ujung tombak bagi mahasiswa
mungkin adalah penyampaian aspirasi jalanan alias unjukrasa(demonstrasi). Inilah
sayangnya hiruk pikuk yang saya maksudkan, ketika ingin membuat perubahan dan
lagi-lagi atas ide-ide kita yang luar biasa undang-undanglah yang menjadi
intervensi berat bagi pemilik ide,sungguh dilematis.
Mari sejenak kita
refleksikan semua, masih ingatkah tentang demonstrasi yang terjadi di kampus
Universitas Sriwijaya (UNSRI) Palembang beberapa bulan silam yang mengkritik
kebijakan Uaang Kuliah Tunggal?. Tidak lain lagi, hal tersebut adalah dilatar
belakangi suatu persoalan dan munculah ide-ide, namun apa yang terjadi?, aktor
dari ide penyampai ide tersebut adalah seorang presiden mahasiswa UNSRI malah
di laporkan ke polisi atas berbagai tuduhan dan ancaman Droop Out(D.O:Dikeluarkan
dari bangku perkuliahan)[3],
sekali lagi dengan kaitan undang-undang, itulah dilematis yang dimaksudkan
disini. Ah sudahlah... yang terpenting bagi kita saat ini adalah mau berbicara
di setiap panggung diskusipun sudah cukup atau mungkin lebih cukup lagi dikelas
dengan teman-teman yang tentu berbeda-beda kapasistas diskusinya. Baca saja
tentang Golput 1973, Malari 1974 hingga Trisakti 1998 dari internet, toh juga
sudah bisa untuk membuat perubahan, setidaknya perubahan agar diskusi menjadi sedikit
memanas.
Kini muatan isi dari sebuah kata “Agent Of Change” adalah sebuah refleksi
besar dan tuntutan konstruktif kepada kita semua. Mungkin secara menyeluruh ini
menjadi peringatan dan tentunya refleksi yang membawa arah berkemajuan yang
baik bagi kita.
“Tanyalah
pada dirimu sendiri apa yang sekrang ini jadi keinginanmu? Punyakah kamu
keinginan untuk berontak, melawan dan mengubah keadaan? Pasti kamu ingin tapi
peraturan dan keadaan tidak membuat kamu berani melakukanya. Suasana di
seputarmu telah lama meredam keiginan itu. Disajikan padamu data, berita dan
informasi yang membuatmu gelisah sekaligus rindu. Gelisah atas ketidakpastian
masa depan. Tetapi rindu untuk memperoleh kemapanan yang dijanjikan. Dua-duanya
kini telah jadi alat untuk menaklukan kesadaran militan yang ada dalam dirimu.
Kamu jadi mirip boneka yang digerakkan oleh situasi dan dikendalikan dengan
aturan”.[4]
Jadi, apakah dengan mengetahui makna
“Agent Of Change” kita mampu membuat
perubahan atau malah membuat khayalan-khayalan baru?.
[2]
Ada kutipan dari sebuah buku
berjudul “pendampingan kaum muda” karya A.M Mangunhardjana. Diterbitkan di
yogyakarta pada 1986 oleh penerbit KANISIUS
[3]
Dilansir dari kompas.com kontributor bernama Amriza Nursatria berita
diunggah pada 3 Agustus 2017
[4]
Di ungkapkan oleh Eko Prasetyo, dalam bukunya yang
ditulis sendiri berjudul “ Bangkitlah Gerakan Mahasiswa” hal.165 diterbitkan di
malang pada mei 2015 oleh penerbit intrans.
Langganan:
Postingan (Atom)